rumahkreatifjogja.id – Kerajaan Mataram Kuno, yang juga dikenal dengan nama Kerajaan Medang, merupakan salah satu kerajaan besar dalam sejarah Indonesia. Kerajaan ini berkuasa di wilayah Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur pada periode antara abad ke-8 hingga abad ke-11. Mataram Kuno memiliki kisah yang panjang dan penuh dinamika, dengan berbagai perubahan politik, sosial, dan agama yang mencorong dalam perjalanan sejarahnya.
Awal Mula dan Pendiri Kerajaan Mataram Kuno
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno dimulai pada abad ke-8, dan pada masa itu, wilayah tersebut dikenal dengan nama Medang. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, terutama Prasasti Mantyasih (907 M) dan Prasasti Canggal (732 M), kerajaan ini didirikan oleh seorang tokoh besar bernama Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, yang sering disebut sebagai raja pertama Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya diyakini sebagai pendiri sekaligus penguasa pertama yang mendirikan kerajaan ini pada tahun 732 M setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Kerajaan Galuh.
Baca Juga:
Latar Belakang Sejarah Kerajaan Majapahit Di Nusantara
Prasasti Canggal yang ditemukan di Magelang menyebutkan bahwa pada tanggal 6 Oktober 732, Sanjaya mendirikan sebuah lingga di atas bukit yang menandai berdirinya kerajaan baru yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Mataram Kuno. Sebelum menaklukkan Galuh, Sanjaya sendiri diketahui berasal dari keturunan kerajaan Galuh yang dipimpin oleh ayahnya, Sanna, yang wafat dalam peperangan. Sanjaya mengambil alih pemerintahan setelah kematian ayahnya dan mendirikan Medang sebagai ibu kota Kerajaan Mataram Kuno.
Dinasti-Dinasti yang Memerintah Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno dikenal memiliki tiga dinasti besar yang memerintah dalam periode yang berbeda. Dinasti pertama adalah Dinasti Sanjaya, yang didirikan oleh Sang Ratu Sanjaya, diikuti oleh Dinasti Syailendra dan Dinasti Isyana. Namun, ada juga beberapa sejarawan yang meragukan bahwa Sanjaya berasal dari dinasti yang terpisah, karena beberapa bukti sejarah menunjukkan bahwa ia mungkin sebenarnya merupakan keturunan dari Dinasti Syailendra, yang lebih dikenal sebagai penguasa yang menganut agama Buddha. Salah satu sejarawan yang berpendapat demikian adalah Poerbatjaraka, yang menyatakan bahwa Raja Sanjaya berasal dari Wangsa Syailendra yang didirikan oleh Dapunta Selendra.
Pendapat Poerbatjaraka didasarkan pada temuan Prasasti Sojomerto, yang mencatatkan nama Dapunta Selendra, seorang tokoh penting yang konon menjadi leluhur dari raja-raja Syailendra, serta bukti lain yang menghubungkan Sanjaya dengan Wangsa Syailendra. Selain itu, kisah mengenai Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga, yang merupakan cicit dari Dapunta Selendra, juga memperkuat hipotesis bahwa Raja Sanjaya berasal dari dinasti yang sama.
Agama dan Kepercayaan Raja-Raja Mataram Kuno
Pada awalnya, Raja Sanjaya dan keturunannya merupakan penganut agama Hindu Siwa, sebagaimana tercermin dalam berbagai prasasti dan upacara keagamaan yang dilakukan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, terjadi peralihan kepercayaan di kalangan para raja, terutama pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, putra Raja Sanjaya. Rakai Panangkaran diketahui memeluk agama Buddha Mahayana, yang merupakan salah satu aliran Buddha yang berkembang pesat pada masa itu.
Perubahan ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pengaruh politik dan sosial yang datang dari luar Jawa. Salah satu bukti perubahan ini dapat ditemukan pada Prasasti Sankhara, yang mengungkapkan bahwa Raja Sankhara yang diyakini oleh beberapa ahli sejarah sebagai Rakai Panangkaran meninggalkan agama Hindu Siwa dan beralih menjadi penganut Buddha setelah ayahnya meninggal dunia dalam kondisi sakit yang parah.
Meskipun demikian, pengaruh agama Hindu Siwa tetap kuat di kerajaan ini, terutama pada masa pemerintahan Dinasti Sanjaya. Hal ini terlihat jelas pada peninggalan-peninggalan arkeologis seperti candi-candi dan prasasti yang mencerminkan kepercayaan Hindu yang dianut oleh banyak raja Mataram Kuno.
Peralihan Kekuasaan dan Dinasti Isyana
Setelah masa pemerintahan Raja Sanjaya dan anaknya, Rakai Panangkaran, terjadi berbagai perubahan dalam struktur kekuasaan di Mataram Kuno. Salah satu tokoh penting dalam sejarah kerajaan ini adalah Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, yang dikenal sebagai salah satu raja besar dalam sejarah Mataram Kuno. Dyah Balitung memerintah pada abad ke-9 dan merupakan sosok yang mengungkapkan daftar raja-raja Mataram Kuno melalui berbagai prasasti yang ditemukan di Jawa Tengah.
Namun, setelah Dyah Balitung wafat pada tahun 911, kerajaan ini memasuki masa yang penuh ketegangan dan perebutan kekuasaan. Takhta kemudian jatuh ke tangan Sri Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya, atau lebih dikenal dengan nama Mpu Daksa, yang merupakan ipar dari Dyah Balitung. Mpu Daksa memerintah selama beberapa tahun sebelum digantikan oleh Dyah Tulodhong pada tahun 919.
Pada tahun 928, muncul nama raja baru Rakai Sumba Dyah Wawa, yang pemerintahannya berakhir tiba-tiba pada tahun 929. Kejadian ini menandai perubahan besar dalam sejarah Mataram Kuno, ketika ibu kota kerajaan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang juga dikenal sebagai pendiri Wangsa Isyana.
Kejatuhan Mataram Kuno dan Pembentukan Wangsa Isyana
Perpindahan ibu kota Mataram Kuno ke Jawa Timur pada tahun 929 menandai berakhirnya era pemerintahan Dinasti Sanjaya dan memulai era baru yang dipimpin oleh Wangsa Isyana. Mpu Sindok, yang memindahkan ibu kota ke Jawa Timur, diketahui memerintah hingga tahun 948. Peralihan ini juga mencerminkan perubahan besar dalam politik dan struktur kerajaan Mataram Kuno.
Setelah kematian Mpu Sindok, kerajaan ini dilanjutkan oleh putrinya, Sri Isanatunggawijaya, yang menikah dengan Sri Lokapala. Namun, masa pemerintahan mereka tidak banyak tercatat dalam sumber sejarah, sehingga kehidupan kerajaan pada masa ini kurang diketahui secara pasti. Kemudian, tahta diteruskan oleh Sri Makutawangsawarddhana, anak dari Sri Isanatunggawijaya dan Sri Lokapala, namun kondisi kerajaan di bawah pemerintahan mereka juga tidak banyak tercatat dalam sejarah.
Akhirnya, pada abad ke-11, Dharmawangsa Teguh menjadi raja terakhir Mataram Kuno. Menurut kitab Wirataparwa, Dharmawangsa Teguh memerintah hingga wafat pada tahun 1017 akibat serangan musuh yang menghancurkan kerajaan ini. Dengan kematian Dharmawangsa Teguh, berakhirlah pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno yang telah berdiri lebih dari tiga abad lamanya.
Kesimpulan
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno adalah salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Indonesia, terutama di wilayah Jawa. Melalui dinasti-dinasti yang pernah berkuasa, kerajaan ini meninggalkan warisan budaya dan keagamaan yang masih dapat dilihat dalam bentuk prasasti, candi, dan artefak-artefak lain yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun kerajaan ini akhirnya runtuh, namun pengaruh dan legasinya tetap menjadi bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia.