rumahkreatifjogja.id – Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir merupakan salah satu bangunan tradisional yang sangat bersejarah, dan hingga kini tetap menjadi saksi bisu bagi perjalanan panjang peradaban dan kebudayaan masyarakat Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi. Dengan usianya yang sudah mencapai ratusan tahun, rumah ini bukan hanya sebuah struktur fisik, tetapi juga simbol penting dari nilai-nilai budaya yang masih di jaga oleh masyarakat setempat. Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir adalah bukti nyata keberadaan kearifan lokal yang tak hanya di pertahankan, tetapi juga di kenalkan kembali melalui berbagai upaya, salah satunya adalah melalui Festival Biduk Gedang Selang Beangkut.
Festival Biduk Gedang Selang Beangkut menjadi sebuah festival budaya yang sangat penting, yang mengangkat kearifan lokal masyarakat di bidang pertanian, dengan mengedepankan tradisi dan adat yang sudah berlangsung lama. “Biduk Gedang” merupakan alat transportasi tradisional yang di gunakan untuk mengantar warga menuju lahan pertanian serta mengangkut hasil panen melalui sungai. Alat ini mengandung banyak nilai warisan budaya yang penting, mulai dari manfaat ekonominya hingga nilai sosial kemasyarakatan. Dalam festival ini, masyarakat juga merayakan Selang Beangkut, sebuah tradisi yang berfungsi sebagai perayaan kebahagiaan bersama saat masa panen tiba.
Selang Beangkut tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga sarat dengan kegiatan budaya yang penuh makna. Dalam perayaan ini, muda-mudi berbalas pantun, memainkan alat musik tradisional, serta berkumpul untuk bermusyawarah dan berdoa bersama sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Perayaan ini menjadi cermin dari kebersamaan dan harmoni masyarakat yang senantiasa menjaga hubungan baik antar sesama.
Sejarah Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir Suku Batin Di Jambi
Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Tabir, Mukhtar YS, menjelaskan dengan penuh kebanggaan bahwa Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir Suku Batin di bangun dengan menggunakan kayu dan tanpa paku, sebuah ciri khas yang memperlihatkan betapa kuatnya kearifan dan keterampilan leluhur dalam membangun rumah tradisional. Rumah ini menjadi simbol penting bahwa masyarakat setempat sangat menjunjung tinggi nilai-nilai warisan budaya mereka. Menurut Mukhtar, rumah ini di perkirakan telah berdiri sejak tahun 1330, dan hingga kini masih terjaga dengan baik. Desa ini juga menjadi desa tertua di Provinsi Jambi, yang telah di huni oleh masyarakat setempat selama lebih dari 700 tahun.
Baca Juga:
Mengenal Tradisi Slametan, Budaya Dari Masyarakat Jawa
Desa ini, yang dikenal dengan nama Dusun Tuo, memiliki sekitar 60 rumah tua peninggalan nenek moyang Suku Batin. Rumah Tuo yang ada di desa ini diyakini sebagai salah satu rumah yang paling tua dan kini di jadikan sebagai museum serta pusat wisata budaya. Rumah tersebut di rawat dengan penuh perhatian oleh generasi ketujuh Suku Batin, yang bernama Iskandar. Ia menceritakan bahwa dari 60 keluarga yang ada, mereka tersebar di beberapa kampung seperti Lubuk Tebing Tinggi, Talang Genteng, Mudik Bukit, dan Bukit Senang Hati. Dulunya, masyarakat Suku Batin tinggal tersebar di hutan dengan menghadapi berbagai risiko dari binatang buas. Karena itu, mereka sepakat untuk membangun sebuah kampung yang di sebut Ujung Tanjung Muara Semayam, dengan 19 kepala keluarga sebagai pemukim pertama.
Kelestarian Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir
Pentingnya peran pemimpin dalam menjaga kelestarian budaya kampung sangat di tekankan oleh Mukhtar. Pemimpin pertama kampung, yang di beri gelar Datuk Rio Depati, memiliki tanggung jawab besar untuk mengatur kehidupan kampung agar tetap rukun dan tertib. Ini menunjukkan betapa besar nilai kepemimpinan dalam menjaga keharmonisan serta kelestarian budaya lokal.
Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir Jambi tidak hanya memiliki struktur yang unik, tetapi setiap bagiannya juga mengandung makna tersendiri yang berkaitan dengan adat istiadat setempat. Pintu rumah ini dibangun dengan tinggi hanya satu meter, yang mengharuskan setiap pengunjung untuk menunduk sebagai simbol kesopanan dan penghormatan terhadap rumah dan pemiliknya. Selain itu, ruangan-ruangan di dalam rumah juga memiliki fungsi tertentu sesuai dengan tradisi yang berlaku. Ruangan pertama digunakan untuk menggelar pertemuan, dengan lantai yang di bagi menjadi tiga tingkatan: pertama untuk ninik-mamak (tokoh adat), kedua untuk keluarga, dan ketiga untuk pekerja. Ruangan kedua adalah tempat beristirahat, sementara ruangan ketiga difungsikan sebagai dapur.
Pamong Budaya dari Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Meta Ambar, menjelaskan bahwa Festival Biduk Gedang Selang Beangkut memiliki peran yang sangat penting dalam melestarikan cagar budaya sebagai identitas daerah. Meta menyatakan bahwa festival ini bukan hanya sekadar ajang seni dan budaya, tetapi juga menjadi platform untuk menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya pelestarian kebudayaan dan lingkungan. Harapannya, festival ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal, serta menginspirasi generasi muda untuk terus melestarikan warisan budaya nenek moyang.
Selain itu, Direktur Festival Lokal Kabupaten Merangin, Muhammad Syukron, menjelaskan bahwa Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir dipilih sebagai panggung utama dalam festival ini karena bangunan tersebut merupakan monumen hidup yang mencerminkan kehidupan dan budaya masyarakat Tabir. Dengan mempertahankan dan merawat keaslian Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir, masyarakat diingatkan untuk terus menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan turun-temurun.
Festival Biduk Gedang Selang Beangkut merupakan bagian dari rangkaian Festival Kenduri Swarnabhumi 2024, yang terdiri dari 12 festival budaya yang di gelar di berbagai daerah sepanjang aliran Sungai Batanghari, mencakup 10 kabupaten/kota di Provinsi Jambi dan satu kabupaten di Sumatera Barat, Dharmasraya. Festival ini menjadi sarana penting untuk memperkenalkan seni dan kebudayaan lokal, serta memperkuat semangat kemandirian masyarakat dalam menjaga dan mengangkat kearifan lokal mereka. Setiap festival akan bekerja sama dengan Direktur Festival Lokal, Kurator Lokal, dan didukung oleh Kemendikbudristek melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Melalui festival ini, diharapkan semakin banyak orang yang peduli terhadap kelestarian budaya dan lingkungan sekitar mereka.