rumahkreatifjogja.id – Sejarah Orde Baru, atau lebih dikenal dengan singkatan Orba, merupakan periode pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Indonesia. Era ini menandai perubahan signifikan dalam sejarah politik Indonesia yang dimulai pada tahun 1966 dan berakhir pada 1998. Selama 32 tahun, Sejarah Orde Baru menerapkan sistem pemerintahan yang baru, yang secara fundamental mengubah wajah politik, ekonomi, dan sosial Indonesia.
Latar Belakang Sejarah Orde Baru
Latar Belakang Orde Baru diawali dengan situasi politik yang sangat tidak stabil pada akhir era Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pada masa itu, Indonesia mengalami ketegangan politik yang meningkat, salah satunya dipicu oleh maraknya pengaruh komunis, khususnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Proses ini menciptakan keresahan di kalangan masyarakat dan tentara, yang pada akhirnya memunculkan pergerakan yang dikenal dengan nama Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Tritura terdiri dari tiga tuntutan utama: pembubaran PKI, perombakan kabinet Dwikora yang dipimpin oleh Soekarno, dan penurunan harga barang kebutuhan pokok yang semakin melambung. Masyarakat yang kecewa dengan pemerintahan Soekarno mulai menuntut perubahan yang lebih konkret. Namun, sikap Soekarno yang tetap bersikukuh dengan kebijakannya, termasuk ketidakmampuannya mengatasi krisis ekonomi dan politik, menyebabkan ketegangan semakin memuncak.
Puncaknya adalah peristiwa tragis G30S/PKI pada 30 September 1965, yang diikuti dengan dugaan keterlibatan PKI dalam percakapan tersebut. Hal ini membuat rakyat Indonesia kehilangan kepercayaan pada kepemimpinan Soekarno. Kondisi ini semakin mempersulit posisi Presiden Soekarno, yang akhirnya terpaksa mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang memberikan kekuasaan penuh kepada Letjen Soeharto untuk mengambil alih pemerintahan.
Supersemar menandai awal mula Latar Belakang Orde Baru bangkit, dengan Soeharto yang segera mengambil langkah-langkah untuk mengamankan stabilitas politik dan sosial Indonesia. Dalam kurun waktu singkat, Soeharto berhasil menata ulang pemerintahan dan memulihkan situasi politik yang porak-poranda.
Sistem Pemerintahan Orde Baru
Soeharto mendirikan sistem pemerintahan yang berbeda dengan Orde Lama. Salah satu hal yang menonjol adalah kebijakan indoktrinasi Pancasila. Orde Baru menekankan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara yang menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila diperkenalkan lebih intensif di sekolah-sekolah melalui pengajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), yang diwajibkan bagi seluruh warga negara. Di bawah Orde Baru, organisasi sosial dan politik juga harus berasaskan Pancasila, dan segala bentuk kritik terhadap pemerintah dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas nasional.
Pemerintahan Orde Baru berjalan di bawah sistem presidensial dengan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi yang berlaku. Dalam implementasinya, Soeharto memegang kontrol yang sangat besar atas semua cabang pemerintahan, termasuk legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Kebijakan politik yang diambil pada masa ini lebih terpusat, yang memudahkan Soeharto untuk menjaga kestabilan dan otoritasnya.
Baca Juga:
Sejarah Kemerdekaan Indonesia Dan Makna Terdalamnya!
Namun, meskipun Indonesia di bawah Orde Baru mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, banyak pula kebijakan yang mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pembangunan infrastruktur yang luar biasa cepat di berbagai sektor, meski terlihat mengesankan, ternyata juga diwarnai dengan pemborosan dan ketidaktransparanan. Di sisi lain, meskipun perekonomian Indonesia mengalami kemajuan, hal ini tidak disertai dengan pemerataan yang signifikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Penyebab Jatuhnya Orde Baru
Meskipun Peristiwa Orde Baru mampu menciptakan kestabilan politik dan memajukan perekonomian Indonesia pada awalnya, beberapa faktor menyebabkan pemerintahannya akhirnya runtuh pada 1998. Salah satu penyebab utamanya adalah ketidakadilan sosial dan ekonomi yang semakin jelas. Meskipun Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat pada 1980-an dan awal 1990-an, namun ketimpangan sosial dan ekonomi tetap ada. Kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok kecil elit yang sangat dekat dengan kekuasaan, yang seringkali berasal dari keluarga dan kroni Soeharto. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela, menggerogoti sendi-sendi pemerintahan dan ekonomi negara.
Pada 1997, Indonesia dilanda krisis moneter yang hebat, yang mengguncang perekonomian dan menyebabkan banyak perusahaan gulung tikar. Nilai tukar rupiah merosot tajam, dan inflasi melonjak, memperburuk kesulitan hidup masyarakat. Krisis ini menimbulkan ketidakpuasan yang meluas di kalangan rakyat, yang akhirnya memunculkan gelombang demonstrasi besar-besaran.
Demonstrasi mahasiswa yang dimulai dengan aksi-aksi protes di Jakarta semakin meluas, menuntut Soeharto untuk mundur. Puncak dari krisis ini adalah peristiwa Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, di mana empat mahasiswa tewas tertembak oleh aparat keamanan saat sedang berdemonstrasi menuntut reformasi. Peristiwa ini memicu gelombang protes yang lebih besar dan semakin memperburuk citra pemerintah.
Akhirnya, pada 21 Mei 1998, setelah tiga dasawarsa lebih berkuasa, Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia. Keputusan ini diambil setelah tekanan dari masyarakat, mahasiswa, dan juga dari dalam tubuh militer yang mulai kehilangan kepercayaan terhadapnya. Peristiwa tersebut menandai berakhirnya kekuasaan Peristiwa Orde Baru dan memulai era Reformasi di Indonesia.
Kesimpulan
Kehadiran Orde Baru dalam sejarah Indonesia tidak bisa dipandang secara sederhana. Pada satu sisi, pemerintahannya membawa kemajuan di bidang ekonomi dan infrastruktur, namun di sisi lain, ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada, ditambah dengan praktik-praktik korupsi yang merajalela, akhirnya menumbangkan rezim ini. Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir 1990-an mempercepat kejatuhan Orde Baru, yang diwarnai dengan aksi demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa dan masyarakat umum. Kejatuhan Sejarah Orde Baru menandai awal perubahan besar bagi Indonesia, yang mengarah pada era reformasi yang lebih demokratis.