rumahkreatifjogja.id – Perang Bubat adalah salah satu peristiwa bersejarah yang mencatatkan perseteruan antara dua kerajaan besar di Nusantara, yaitu Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Majapahit. Konflik ini tidak hanya melibatkan pertarungan fisik, tetapi juga mencerminkan pertarungan politik dan budaya di masa lalu. Meskipun kejadian ini terjadi pada abad ke-14, warisan dari Sejarah Perang Bubat masih mempengaruhi cara kita memahami sejarah dan hubungan antar kerajaan di Indonesia.
Latar Belakang Perang Bubat
Perang Bubat terjadi pada tahun 1357, ketika Kerajaan Majapahit yang di pimpin oleh Raja Hayam Wuruk berencana untuk mengadakan pernikahan politik dengan Kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk, yang merupakan penguasa Majapahit yang ambisius dan berkuasa di wilayah besar Nusantara, ingin mempererat hubungan dengan Kerajaan Pajajaran melalui pernikahan dengan putri kerajaan tersebut, Dyah Pitaloka Citraresmi. Pernikahan ini diharapkan dapat memperkuat aliansi kedua kerajaan dan menambah kekuatan Majapahit.
Namun, rencana ini tidak berjalan mulus. Pada saat kedatangan rombongan dari Pajajaran di Majapahit, ketegangan mulai muncul. Sebagai kerajaan yang memiliki kebanggaan dan martabat yang tinggi, Pajajaran, yang di pimpin oleh Raja Sunda Prabu Maharaja, merasa bahwa tawaran pernikahan tersebut merupakan bentuk penghinaan. Mereka menilai bahwa kedatangan mereka ke Majapahit, yang sebenarnya di maksudkan untuk pernikahan, malah di ubah menjadi semacam penyerahan diri atau penaklukan simbolis.
Penyebab Konflik
Ada beberapa faktor yang memperburuk situasi ini dan memicu terjadinya Perang Bubat. Salah satu penyebab utamanya adalah ketidakpahaman atau perbedaan pandangan mengenai hubungan yang seharusnya terjalin. Majapahit, dengan kekuasaannya yang luas dan ambisi yang besar, beranggapan bahwa pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka adalah langkah strategis yang akan membawa kedamaian dan kesatuan. Sebaliknya, Pajajaran memandang pernikahan tersebut sebagai ancaman terhadap integritas dan kemuliaan kerajaan mereka.
Baca Juga:
Sejarah Berdarah Perang Majapahit dan Mongol di Nusantara
Ketegangan semakin memuncak setelah Prabu Maharaja, raja Pajajaran, mendengar bahwa Dyah Pitaloka, putrinya, akan di jodohkan dengan raja Majapahit. Sebagai seorang raja yang sangat menjaga kehormatan kerajaannya, Prabu Maharaja menilai bahwa aliansi tersebut tidak sesuai dengan martabat Pajajaran, sehingga dia memutuskan untuk menarik diri dari upacara tersebut. Ketegangan ini akhirnya berkembang menjadi konflik terbuka.
Perang Bubat: Konfrontasi Besar yang Mematikan
Pada 1357, perang besar pun terjadi di daerah Bubat, yang terletak di kawasan Jawa Timur, dekat dengan ibu kota Majapahit. Pasukan Majapahit, yang di pimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, menghadapi pasukan Kerajaan Pajajaran yang di pimpin langsung oleh Prabu Maharaja. Dalam pertempuran tersebut, ratusan prajurit dari kedua belah pihak terlibat dalam pertempuran sengit.
Namun, inti dari tragedi ini bukan hanya pertempuran fisik antara kedua kerajaan. Kejadian yang sangat memilukan terjadi ketika Dyah Pitaloka Citraresmi, sang putri, yang merasa terhina dengan kegagalan aliansi ini, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri di hadapan pasukan Majapahit. Hal ini menjadi simbol pengorbanan dan kehormatan bagi Kerajaan Pajajaran, namun juga menambah luka mendalam bagi hubungan antar kerajaan.
Setelah kejadian tragis itu, pasukan Pajajaran yang tersisa terpaksa harus mengundurkan diri dan banyak di antara mereka yang gugur. Pasukan Majapahit, meskipun menang dalam pertempuran, tidak dapat menghapus rasa malu atas peristiwa tersebut.
Dampak dan Konsekuensi Perang Bubat
Perang Bubat menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kedua kerajaan. Di satu sisi, Majapahit memperoleh kemenangan militer, tetapi di sisi lain, tragedi ini mencoreng citra Majapahit di mata banyak kerajaan lain di Nusantara. Kematian Dyah Pitaloka menjadi simbol kehormatan yang hilang bagi Pajajaran, sementara Majapahit harus menanggung rasa malu atas cara mereka menangani pernikahan tersebut.
Bagi Pajajaran, meskipun mereka kalah dalam pertempuran, perang ini semakin memperkuat tekad mereka untuk mempertahankan kedaulatan dan martabat kerajaan. Prabu Maharaja mungkin merasa puas karena kehormatan keluarganya tetap terjaga, meskipun harga yang harus di bayar sangatlah tinggi.
Dari perspektif politik, Perang Bubat menandakan bahwa Majapahit dan Pajajaran tidak bisa saling bersatu meskipun keduanya memiliki potensi untuk menjadi kekuatan besar di Nusantara. Pertempuran ini juga mengajarkan bahwa hubungan antar kerajaan di masa itu sangat di pengaruhi oleh faktor kehormatan, kebanggaan, dan keinginan untuk tetap merdeka.
Perang Bubat dalam Perspektif Sejarah
Perang Bubat menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah Indonesia karena menggambarkan dinamika kekuatan politik di abad ke-14 dan cara-cara kerajaan mengatasi konflik. Meskipun sering kali disebut sebagai peristiwa tragis, Perang Bubat juga mengandung pelajaran tentang pengorbanan, identitas, dan konflik antara kebesaran dan kehormatan. Ini adalah cerita yang mengajarkan kita bahwa sejarah tidak hanya tentang kemenangan atau kekalahan, tetapi juga tentang bagaimana suatu peristiwa membentuk pandangan dan kebijakan politik yang ada.
Di luar pertempuran itu sendiri, Perang Bubat juga menunjukkan bagaimana sejarah dapat di tulis dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Sementara Majapahit mungkin melihat kejadian ini sebagai kemenangan, bagi Pajajaran, perang ini lebih dimaknai sebagai sebuah pengorbanan besar untuk menjaga kehormatan mereka. Inilah yang membuat Perang Bubat menjadi salah satu kisah paling menarik dalam sejarah Indonesia.
Kesimpulan
Perang Pajajaran Dan Majapahit adalah bukti nyata bahwa sejarah tidak hanya terdiri dari angka dan tanggal, tetapi juga penuh dengan dinamika yang melibatkan perasaan, kehormatan, dan politik. Meskipun tidak banyak yang tahu tentang setiap detailnya, peristiwa ini tetap mengingatkan kita akan pentingnya menjaga martabat dan integritas dalam hubungan antar negara. Sejarah Perang Bubat bukan hanya tentang satu pertempuran, tetapi tentang simbol kebesaran dua kerajaan besar yang mengukir jalan mereka masing-masing di dunia yang penuh dengan persaingan dan ambisi.