rumahkreatifjogja.id – Tari tradisional adalah sarana ekspresi yang penuh makna dalam budaya Indonesia, memadukan gerakan, ritme, dan emosi untuk menyampaikan nilai-nilai luhur dan kisah-kisah yang mendalam. Di setiap sudut Indonesia, ragam tari ini merefleksikan keunikan budaya daerah dan identitasnya yang kaya. Salah satunya adalah Tari Ameng Suku Sawang yang terlihat anggun dan sangat indah.
Memperingati ulang tahun ke-11, Galeri Indonesia Kaya menampilkan 11 sanggar dari berbagai daerah seperti Sikka, Malang, Bali, Barito Timur, Jakarta, Jayapura, Ternate, Belitung, Jambi, dan Banyuwangi. Selama Oktober hingga pertengahan November 2024, setiap akhir pekan diisi dengan hiburan bertema “Kam1 Menar1” sebagai perayaan kebhinekaan melalui seni tari.
Tari Ameng Suku Sawang Dipertunjukan Untuk Edukasi
Menurut Renitasari Adrian, Direktur Program Galeri Indonesia Kaya, “Kam1 Menar1″ tidak hanya sebagai hiburan, namun sebagai sarana edukasi untuk melestarikan kekayaan budaya. “Kami berharap rangkaian pertunjukan ini menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya Indonesia di hati masyarakat,” ujarnya pada Minggu (27/10/2024).
Pertunjukan ini juga merupakan upaya untuk memastikan agar warisan budaya bangsa tetap hidup di masa depan dan bisa dirasakan oleh generasi berikutnya. Salah satu sajian unik adalah Tari Ameng dari Sanggar Seni Pelita Budaya, Bangka Belitung, yang dipentaskan pada 27 Oktober. Sanggar ini adalah satu dari sebelas sanggar yang terlibat dalam video Hari Tari Sedunia di kanal YouTube IndonesiaKaya.
Ameng, berasal dari kata ‘ameng sewang’ yang berarti Suku Sawang, membawa penonton mengenang perjalanan Suku Sawang yang memiliki peran besar dalam sejarah Belitung. Selama sekitar satu jam, pertunjukan ini menggugah penonton untuk memahami dan berdiskusi mengenai kehidupan suku yang dulu hidup nomaden di lautan namun kini menetap di daratan.
Baca Juga:
Perjalanan Hidup Rama, Seorang Face Painting Di Braga Bandung
Melalui Tari Ameng, terlihat proses akulturasi Suku Sawang dengan budaya lokal setelah bermigrasi ke daratan. Tarian ini juga mengisahkan perjuangan Suku Sawang dalam menghadapi perubahan zaman, menjadikannya bagian penting dari sejarah Kepulauan Belitung.
Dalam adegan akhir, dua properti utama ditampilkan, yakni “muang jong” atau kapal dan “ancak” yang menyerupai rumah tradisional. Properti “ancak” ini melambangkan rumah leluhur yang erat dengan ritual-ritual lama sebagai upaya perlindungan saat berlayar di lautan.
Rosdian Asri Pihatino, Ketua dan Koreografer Sanggar Pelita Budaya, menyatakan bahwa pementasan Tari Ameng di Galeri Indonesia Kaya merupakan kebanggaan besar bagi mereka. “Ini lebih dari sekadar pertunjukan; ini adalah undangan untuk mengenang perjuangan Suku Sawang, suku yang membentuk peradaban Belitung seperti yang kita lihat hari ini,” kata Rosdian.
Rosdian berharap generasi muda semakin mencintai dan menghargai budaya Indonesia. “Budaya adalah cerminan jati diri bangsa. Identitas suatu bangsa tergambar dalam budayanya,” tambahnya.
Sanggar Seni Pelita Budaya sendiri terus berkarya dalam berbagai bidang tari, dari tarian tradisional hingga kreasi baru yang mengembangkan gerakan khas Belitung. Sanggar ini juga berperan dalam membina generasi muda untuk berkembang dalam seni tari sekaligus menjaga budaya daerah.
Galeri Indonesia Kaya, yang terletak di West Mall Grand Indonesia, lantai 8, merupakan ruang publik digital yang diselenggarakan oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Dibuka untuk umum secara gratis, galeri ini dirancang agar generasi muda tidak kehilangan jati diri dan tetap mengenal budaya asli Indonesia.
Sejak diresmikan pada 10 Oktober 2013, Galeri Indonesia Kaya telah menerima lebih dari 1 juta pengunjung dan menyelenggarakan lebih dari 2.500 pertunjukan seni, melibatkan lebih dari 800 seniman dari berbagai bidang, mulai dari tari, teater, musik, hingga sastra.