rumahkreatifjogja.id – Tradisi selamatan atau slametan merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Jawa Tengah yang kaya akan nilai spiritual dan sosial. Tradisi ini adalah bentuk perjamuan atau ritual yang dilakukan untuk memperingati peristiwa tertentu, menyampaikan rasa syukur, memohon berkah, dan keselamatan.
Dalam bahasa Jawa, tradisi slametan berasal dari kata slamet, yang berarti “selamat”. Filosofi ini mencerminkan tujuan utama dari ritual tersebut, yaitu memanjatkan doa agar tercapai keselamatan, kesejahteraan, serta harmoni dalam kehidupan.
Mengenal Lebih Jauh Tentang Tradisi Slametan Jawa
Tradisi selamatan di Jawa Tengah sangat beragam, tergantung pada peristiwa yang dirayakan atau dimohonkan. Berikut ini empat jenis selamatan yang sering dijumpai dalam budaya masyarakat Jawa Tengah, lengkap dengan makna dan prosesi yang menyertainya.
1. Wetonan: Perayaan Hari Kelahiran Berdasarkan Kalender Jawa
Wetonan adalah tradisi syukuran yang dilakukan untuk memperingati hari lahir seseorang berdasarkan hitungan weton dalam kalender Jawa. Weton dihitung berdasarkan kombinasi tujuh hari dalam seminggu (Senin hingga Minggu) dengan lima hari pasaran Jawa (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing).
Contohnya, seseorang yang lahir pada Senin Pahing akan memperingati hari wetonnya setiap kali kombinasi itu terulang. Dalam tradisi ini, keluarga biasanya mempersiapkan nasi bancakan, yang terdiri dari nasi beserta lauk-pauk sederhana. Setelah doa keselamatan dipanjatkan, nasi tersebut dibagikan kepada tetangga atau kerabat sebagai bentuk sedekah.
Tradisi ini bukan hanya sebagai penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga sebagai pengingat bahwa manusia harus senantiasa bersyukur atas kehidupan yang diberikan.
2. Pitonan: Syukuran Tujuh Bulanan Kehamilan
Pitonan, juga dikenal sebagai Mitoni atau Tingkeban, adalah ritual selamatan yang dilakukan saat usia kehamilan memasuki tujuh bulan. Kata pitu dalam bahasa Jawa berarti “tujuh”, sesuai dengan waktu pelaksanaan tradisi ini. Ritual ini bertujuan untuk memohon keselamatan dan kelancaran bagi ibu dan janin selama proses kehamilan hingga persalinan.
Prosesi Pitonan penuh dengan simbol-simbol bermakna, antara lain:
- Memandikan ibu hamil dengan air bunga: Melambangkan penyucian diri.
- Memecahkan kendil dan telur: Sebagai harapan agar proses persalinan berlangsung lancar tanpa hambatan.
- Berganti pakaian sebanyak tujuh kali: Melambangkan berbagai tahapan kehidupan yang harus dilalui dengan ikhlas dan sabar.
- Ritual brojolan: Kelapa cengkir gading yang digambari tokoh Arjuna dan Sembadra diluncurkan dari kain ibu hamil, sebagai doa agar anak laki-laki tumbuh gagah seperti Arjuna dan anak perempuan lemah lembut seperti Dewi Sembadra.
- Jualan dawet: Simbol agar keluarga mendapatkan rezeki yang cukup untuk menyongsong kehidupan baru.
3. Tedak Siten: Ritual Anak Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Tanah
Tedak Siten berasal dari kata tedak (menapakkan kaki) dan siten (tanah). Tradisi slametan ini menandai momen penting dalam kehidupan seorang anak, yaitu ketika ia mulai belajar berjalan, biasanya pada usia 7-8 bulan.
Baca Juga:
Mengenal Sejarah Dan Makna Filosofis Tari Saman Dari Aceh
Prosesi Tedak Siten sarat dengan nilai filosofis:
- Anak dipandu menapaki jadah ketan berwarna-warni, yang melambangkan berbagai lika-liku kehidupan.
- Anak diarahkan untuk menaiki tangga tebu Arjuna, simbol kekuatan, keteguhan, dan harapan agar ia tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan berintegritas.
- Anak diletakkan di kurungan ayam berisi beragam benda, seperti buku, uang, atau mainan, untuk melihat minat atau bakat alaminya.
- Selamatan ini diakhiri dengan pembagian makanan kepada keluarga dan kerabat sebagai wujud rasa syukur.
4. Selamatan Berkaitan dengan Kematian: Mengantar Arwah ke Alam Baka
Selamatan tidak hanya dilakukan untuk peristiwa bahagia, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah meninggal. Dalam tradisi Jawa Tengah, terdapat serangkaian ritual selamatan yang dilaksanakan selama seribu hari setelah kematian seseorang. Upacara-upacara tersebut meliputi:
- Nelung Dina (tiga hari): Memohon agar arwah diterima di sisi Tuhan.
- Mitung Dina (tujuh hari): Sebagai penghormatan atas tujuh hari wafatnya.
- Matang Puluh (empat puluh hari): Mengingatkan keluarga akan nilai kesabaran dan ikhlas.
- Nyatus Dina (seratus hari): Memanjatkan doa agar arwah semakin dekat dengan ketenangan abadi.
- Nyewu Dina (seribu hari): Penutupan rangkaian doa untuk mendoakan agar arwah telah mencapai tempat terbaik di sisi Tuhan.
Ritual ini tidak hanya bertujuan untuk mendoakan almarhum, tetapi juga menjadi pengingat bagi keluarga yang ditinggalkan untuk terus memperbaiki amal dan ibadah.
Tradisi Selamatan Di Jawa Mengandung Filosifs Terbaik
Tradisi selamatan dalam budaya Jawa Tengah tidak hanya berfungsi sebagai upacara spiritual, tetapi juga sebagai sarana mempererat hubungan sosial. Melalui tradisi ini, masyarakat saling berbagi, menjalin kebersamaan, dan menguatkan nilai gotong-royong.
Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat Jawa Tengah terus menjaga warisan budaya leluhur, yang sarat dengan pesan moral dan nilai-nilai kehidupan. Tradisi selamatan adalah bukti nyata bagaimana kearifan lokal mampu bertahan di tengah modernisasi, sekaligus menjadi identitas budaya yang kaya makna.