rumahkreatifjogja.id – Seren Taun adalah sebuah upacara adat yang sangat penting dalam budaya masyarakat Sunda, yang dilaksanakan setelah musim panen untuk merayakan keberhasilan dan hasil pertanian. Upacara Adat Seren Taun ini tidak hanya menjadi momen kebahagiaan bagi para petani, tetapi juga sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah yang telah diberikan selama setahun.
Secara etimologis, kata “Seren” dalam bahasa Sunda berarti “serah” atau “menyerahkan,” sementara “taun” berarti “tahun.” Gabungan kedua kata tersebut—seren taun—secara sederhana bisa diartikan sebagai serah terima antara tahun yang telah berlalu dengan tahun yang baru, menandakan proses transisi antara musim panen yang telah selesai dan harapan akan hasil yang lebih baik di tahun yang akan datang.
Upacara Adat Seren Taun ini merupakan bagian integral dari kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Sunda, khususnya para petani, yang menganggap bahwa hasil pertanian mereka tidak hanya bergantung pada kerja keras mereka, tetapi juga merupakan hasil berkah dari Tuhan dan leluhur mereka. Selain itu, upacara ini juga berfungsi sebagai momen untuk berdoa, memohon agar hasil pertanian pada tahun mendatang bisa lebih melimpah, dan kehidupan masyarakat dapat semakin sejahtera.
Proses Persiapan Upacara Seren Taun
Proses persiapan untuk pelaksanaan Seren Taun dimulai dengan ritual khusus yang disebut Neteupken. Dalam prosesi ini, masyarakat, termasuk pemuka adat dan tetua kampung, berkumpul untuk menetapkan hari yang tepat untuk menyelenggarakan upacara. Ritual ini biasanya dilakukan pada malam hari dengan tujuan untuk bermusyawarah, berdoa, dan mencari kesepakatan mengenai tanggal pelaksanaan upacara.
Baca Juga:
Sejarah Kujang, Senjata Tradisional Masyarakat Sunda Jawa Barat
Setelah keputusan mengenai hari pelaksanaan Seren Taun dicapai, keesokan harinya pemuka adat bersama tetua kampung melaksanakan prosesi Ngembang, yakni ziarah ke makam para leluhur. Ziarah ini bertujuan untuk memberitahukan kepada para leluhur bahwa upacara Seren Taun akan segera dilaksanakan pada tanggal yang telah disepakati. Dalam upacara ini, diyakini bahwa restu dan berkah dari leluhur sangat penting untuk kelancaran dan keberhasilan acara, serta untuk kelangsungan hasil pertanian yang melimpah di masa mendatang.
Rangkaian Proses Upacara Seren Taun
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Subiantoro dalam studinya yang berjudul Pergelaran Ritual Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, upacara Seren Taun diadakan dalam serangkaian ritual yang berlangsung selama tujuh hari, dimulai dari tanggal 18 Rayagung dan berakhir pada tanggal 24 Rayagung. Setiap ritual memiliki makna dan tujuan yang sangat mendalam bagi masyarakat Sunda, sebagai bagian dari ungkapan syukur dan harapan terhadap Tuhan serta leluhur.
- Damar Sewan (18 Rayagung) – Ritual pertama ini dikenal dengan sebutan Damar Sewan, yang berarti “seribu lentera.” Ritual ini melambangkan penerangan jiwa bagi setiap individu yang terlibat dalam upacara, sebagai ungkapan rasa syukur atas segala berkah yang telah diberikan pada tahun yang lalu. Para peserta upacara menyalakan lentera yang simbolis, sebagai penerang dalam kegelapan dan petunjuk menuju tahun yang baru dengan harapan hasil yang lebih baik.
- Pesta Dadung (19 Rayagung) – Ritual kedua, yang dikenal dengan nama Pesta Dadung, merupakan simbol dari kecintaan dan ketekunan para petani dalam merawat sawah dan ladang mereka. Dalam prosesi ini, petani berdoa agar usaha mereka selama setahun dalam mengelola lahan pertanian dapat memberikan hasil yang maksimal dan terhindar dari berbagai gangguan, seperti hama dan cuaca buruk.
- Malam Kidung Spiritual (21 Rayagung) – Pada tanggal 21 Rayagung, masyarakat Sunda melaksanakan Malam Kidung Spiritual, yang merupakan sebuah malam doa dan penghayatan spiritual. Kegiatan ini tidak hanya melibatkan satu agama atau kepercayaan, melainkan menjadi ajang pertemuan berbagai kelompok masyarakat untuk saling berdoa, bermeditasi, dan memperbaharui ikatan spiritual dengan Tuhan dan leluhur.
- Puncak Upacara Seren Taun (22 Rayagung) – Ritual puncak dari upacara Seren Taun berlangsung pada tanggal 22 Rayagung. Pada hari ini, masyarakat melaksanakan berbagai rangkaian acara, dimulai dengan persembahan kesenian dan Ngajayak sebagai simbol ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang diperoleh. Berbagai jenis buah-buahan, biji-bijian, dan hasil pertanian lainnya dipersembahkan sebagai bentuk penghormatan terhadap Tuhan.
Setelah itu, diadakan Babarit, yang merupakan rangkaian tembang rohani dan doa atau mantra yang dikenal dengan sebutan Rajah Pwahaci. Doa-doa ini dipanjatkan untuk memohon keselamatan, keberkahan, dan kelimpahan hasil pertanian yang lebih baik di masa depan. Kemudian, acara dilanjutkan dengan Tumbuk Padi, sebuah simbol dari proses pemanenan yang harus dijalani dengan penuh rasa syukur, diakhiri dengan pesta makan bersama sebagai ungkapan kebahagiaan dan kebersamaan dalam masyarakat.
Makna Sosial dan Spiritualitas dari Seren Taun
Lebih dari sekadar ritual adat, Upacara Adat Seren Taun memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Sunda. Upacara ini adalah ungkapan rasa syukur yang tulus atas hasil yang telah diperoleh, serta sebagai cara untuk menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam setiap prosesi, ada harapan agar keberlanjutan alam dan kesejahteraan masyarakat bisa terus terjaga. Selain itu, Seren Taun juga menjadi ajang mempererat solidaritas sosial di antara warga desa, menjaga tradisi, serta menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya dan leluhur.
Secara keseluruhan, upacara Seren Taun adalah wujud nyata dari kearifan lokal yang menghargai hasil alam sebagai berkah yang harus dijaga dan disyukuri bersama. Sebuah perayaan yang tidak hanya tentang hasil pertanian, tetapi juga tentang rasa hormat terhadap kehidupan dan segala yang telah Tuhan ciptakan.